Bagi yang sudah menikah, mungkin sering muncul pertanyaan demikian di kalangan para istri ataupun dari suami. Maka jawabnya dapat kita dapati dari kisah-kisah istri Rasulullah n. Mereka pun ternyata memiliki rasa cemburu padahal mereka dipuji oleh Allah l dalam firman-Nya:
Wahai istri-istri Rasulullah, kalian tidak sama dengan seorang wanita pun (yang selain kalian) jika kalian bertakwa…(al-Ahzab: 32)
Al-Imam al-Qurthubi t menyatakan bahwa istri-istri Rasulullah tidak sama dengan wanita lain dalam hal keutamaan dan kemuliaan, namun dengan syarat adanya takwa pada diri mereka. (al-Jami’ li Ahkamil Qur’an, 14/115)
Rasulullah sendiri sebagai seorang suami memaklumi rasa cemburu mereka, tidak menghukum mereka selama cemburu itu dalam batas kewajaran. ‘Aisyah r.a bertutur tentang cemburunya:
مَا غِرْتُ عَلَى امْرَأَةٍ لِرَسُوْلِ الله n كَمَا غِرْتُ عَلَى خَدِيْجَةَ لِكَثْرَةِ ذِكْرِ رَسُوْلِ اللهِ n إِيَّاهَا وَثَنَائِهِ عَلَيْهَا“Aku tidak pernah cemburu kepada seorang pun dari istri Rasulullah seperti cemburuku kepada Khadijah karena Rasulullah n banyak menyebut dan menyanjungnya.” (Sahih, HR. al-Bukhari no. 5229 dan Muslim no. 2435)
‘Aisyah r.a pernah berkata kepada Rasulullah mengungkapkan rasa cemburunya kepada Khadijah:
كَأَنَّهَ لَمْ يَكُنْ فِي الدُّنْيَا امْرَأَةٌ إِلاَّ خَدِيْجَةُ؟ فَيَقُوْلُ: إِنَّهَا كَانَتْ وَكَانَتْ وَكَانَ لِي مِنْهَا وَلَدٌ“Seakan-akan di dunia ini tidak ada wanita kecuali Khadijah?” Rasulullah n menjawab, “Khadijah itu begini dan begitu5, dan aku mendapatkan anak darinya.” (Sahih, HR. al-Bukhari no. 3818)
Al-Hafizh Ibnu Hajar t berkata, “Sebab kecemburuan ‘Aisyah karena Rasulullah n banyak menyebut Khadijah r.a meski Khadijah r.a telah tiada dan ‘Aisyah r.a aman dari tersaingi oleh Khadijah r.a. Namun karena Rasulullah sering menyebutnya, ‘Aisyah r.a memahami betapa berartinya Khadijah r.a bagi beliau. Karena itulah bergejolak kemarahan ‘Aisyah r.a mengobarkan rasa cemburunya hingga mengantarkannya untuk mengatakan kepada suaminya, “Allah telah menggantikan untukmu wanita yang lebih baik darinya.” Namun Rasulullah n berkata, “Allah tidak pernah menggantikan untukku wanita yang lebih baik darinya.” Bersamaan dengan itu, kita tidak mendapatkan adanya berita yang menunjukkan kemarahan Rasulullah kepada ‘Aisyah r.a, karena ‘Aisyah r.a mengucapkan hal tersebut didorong rasa cemburunya yang merupakan tabiat wanita.” (Fathul Bari, 9/395).
Pernah ketika Rasulullah berada di rumah seorang istrinya, salah seorang ummahatul mukminin (istri beliau yang lain) mengirimkan sepiring makanan untuk beliau. Melihat hal itu, istri yang Rasulullah n sedang berdiam di rumahnya segera memukul tangan pelayan yang membawa makanan tersebut hingga jatuhlah piring itu dan pecah. Rasulullah n pun mengumpulkan pecahan piring tersebut kemudian mengumpulkan makanan yang berserakan lalu beliau letakkan di atas piring yang pecah seraya berkata, “Ibu kalian sedang cemburu.” Beliau lalu menahan pelayan tersebut hingga diberikan kepadanya ganti berupa piring yang masih utuh milik istri yang memecahkannya, sementara piring yang pecah disimpan di tempatnya. (Sahih, HR. al-Bukhari no. 5225).
Hadits ini menunjukkan wanita yang sedang cemburu tidaklah diberi hukuman atas perbuatan yang dia lakukan tatkala api cemburu berkobar. Karena dalam keadaan demikian, akalnya tertutup disebabkan kemarahan yang sangat. (Fathul Bari, 9/391, Syarah Shahih Muslim, 15/202)
Namun, bila cemburu itu mengantarkan kepada perbuatan yang diharamkan seperti mengghibah, maka Rasulullah n tidak membiarkannya. Suatu saat ‘Aisyah r.a berkata kepada beliau, “Wahai Rasulullah, cukup bagimu Shafiyyah, dia itu begini dan begitu.” Salah seorang rawi hadits ini mengatakan bahwa yang dimaksud ‘Aisyah adalah Shafiyyah itu pendek. Mendengar hal tersebut, Rasulullah n berkata kepada ‘Aisyah:
لَقَدْ قُلْتِ كَلِمَةً لَوْ مُزِجَتْ بِمَاءِ الْبَحْرِ لَمَزَجَتْهُ“Sungguh engkau telah mengucapkan satu kata, yang seandainya dicampur dengan air lautan niscaya akan dapat mencampurinya (yakni mencemarinya).” (HR. Abu Dawud no. 4232. Isnad hadits ini sahih dan rijal-nya tsiqah, sebagaimana disebutkan dalam Bahjatun Nazhirin, 3/25).
Juga kisah lainnya, ketika sampai berita kepada Shafiyyah r.a bahwa Hafshah r.a mencelanya dengan mengatakan, “Putri Yahudi”, Shafiyyah menangis. Bersamaan dengan itu Rasulullah n masuk menemuinya dan mendapatinya sedang menangis. Maka beliau pun bertanya, “Apa yang membuatmu menangis?”
Shafiyyah menjawab, “Hafshah mencelaku dengan mengatakan aku putri Yahudi.”
Rasulullah n berkata menghiburnya, “Sesungguhnya engkau adalah putri seorang Rasulullah, pamanmu adalah seorang Rasulullah, dan engkau adalah istri seorang Rasulullah. Lalu bagaimana dia membanggakan dirinya terhadapmu?”
Kemudian beliau menasihati Hafshah r.a, “Bertakwalah kepada Allah, wahai Hafshah.” (HR. an-Nasa’i dalam ‘Isyratun Nisa, hlm. 43 dan selainnya)
Wallahu a’lam.
Potorono, 2 jumadil akhir 1432H
Hidayat Panuntun