Kisah perang badar

Minggu ini adalah minggu spesial di jepang. Orang jepang menamai minggu ini dengan “golden week”, awalnya saya mengira ada festival atau kegiatan apa gitu, tapi setelah menanyakan hal tersebut ke teman lab akhirnya jadi paham, disebut golden week itu karena di minggu tersebut berkumpul banyak hari libur. Sebenarnya tidak banyak juga sih, dari 7 hari tersebut 5 harinya adalah hari libur (termasuk sabtu dan minggu). Walaupun libur, saya tidak libur (biasa, sok sibuk), saya diberi “liburan” untuk mengikuti seminar di yokohama, huufftt. Dan tahukah anda, karena kebanyakan session di sampaikan dalam bahasa jepang, kalaupun ada session yang berbahasa inggris topiknya tidak relevan dengan tema penelitian S3 saya, akhirnya kadang saya membunuh waktu di tempat seminar dengan membaca sirah nabawiyah.

 

Artikel ini tidak akan bercerita tentang “liburan” saya di Yokohama, sesuai dengan judulnya, saya akan menuliskan kisah tentang sebuah peperangan yang sangat heroik. Perang besar pertama kali yang dilakukan oleh Rasulullah dan para sahabatnya.

Penyiksaan dan perbuatan dzalim yang dilakukan kaum kafir kepada kaum mu’min sudah sangat banyak sekali. Hal tersebut berlangsung hingga kaum muslimin berhijrah ke kota madinah. Saat hijrah, seluruh harta kaum muslimin ditinggalkan di kota makkah. Sebagai bentuk pembalasan, kaum muslimin pun menghadang kafilah dagang kaum kafir Quraisy yang akan pulang menuju kota Makkah.

Saat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendengar ada kafilah dagang Quraisy di bawah pimpinan Abu Sufyan bin Harb dengan 40 pengawal bergerak dari Syam membawa harta orang-orang Quraisy, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam segera mengajak kaum Muslimin untuk mencegatnya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”Ini ada kelompok dagang Quraisy yang membawa harta-harta kaum Quraisy. Cegatlah mereka ! Semoga Allah Azza wa Jalla memberikannya kepada kalian.”

Karena niatan awal hanya untuk mencegat kafilah dagang Abu Sufyan bin Harb maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun tidak memobilisasi semua sahabat untuk ikut dalam pencegatan tersebut.

 

Gambar 1. Rute Kafilah dagang abu sufyan, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan pasukan kafir quraisy

Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam hanya menyuruh mereka yang memiliki tunggangan untuk ikut serta dan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mencela para shahabat yang tidak ambil bagian dalam perang Badar. Jumlah para shahabat yang mengiringi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam saat itu adalah 319 dengan rincian 230-an kaum Anshar, sisanya kaum Muhajirin. Mereka hanya membawa dua ekor kuda dan 70 unta yang kami tunggangi secara bergantian. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam beserta rombongan berangkat. Saat di Rauha`, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruh Abu Lubâbah Radhiyallahu anhu untuk kembali ke Madinah dan mengganti posisi beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai pemimpin dan sebelumnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengangkat `Abdullâh bin Ummi Maktûm untuk menggantikan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai imam.

 

Sementara itu, di pihak lain, Abu Sufyân pemimpin kafilah dagang ini terus dalam ekstra waspada dan bersiap-siap mengantisipasi berbagai kemungkinan. Oleh karena itu, ketika berita tentang rencana pencegatan kaum Muslimin ini sampai ke telinganya, dia segera mengirim utusan yang bernama Dhamdham ke Mekah untuk meminta bantuan. Setibanya di Mekah utusan ini berteriak-teriak meminta bantuan sembari memberitahukan harta benda kaum Quraisy yang terancam dirampas oleh kaum Muslimin. Mendengar teriakan ini, sontak seluruh kaum Quraisy keluar dengan membawa senjata, siap berhadapan dengan kaum Muslimin demi menyelamatkan kafilah dagang mereka dan memusnahkan kaum Muslimin yang mereka nilai sebagai ancaman bagi jalur bisnis mereka. Tidak ada seorang pun pembesar Quraisy yang absen dari pertempuran ini kecuali Abu Lahab. Dia menyuruh al-Ash bin Hisyâm menggantikannya. Tidak ada satu keluargapun yang tidak ikut kecuali bani Adiy. Jumlah mereka saat akan berangkat mencapai seribu orang.

 

Kendati sudah mengirim utusan ke Mekah, Abu Sufyân tidak berpangku tangan menunggu kedatangan bala bantuan. Dia terus berusaha mencari berita tentang keberadaan kaum Muslimin. Setelah mendapatkan kepastian posisi kaum Muslimin, dia mengambil jalan lain agar terhindar dari sergapan kaum Muslimin dan ternyata, dia berhasil. Kemudian dia mengirim utusan lagi ke pasukan kaum Quraisy yang masih berada di Juhfah guna memberitahukan keselamatannya dan meminta agar mereka mengurungkan niat menyerang kaum Muslimin. Abu Jahl yang memimpin pasukan kafir Quraisy tidak memperdulikan seruan Abu Sufyân. Abu Jahl mengatakan : “Demi Allah Azza wa Jalla , kita tidak akan kembali ke Mekah sebelum sampai ke Badr. Kita akan tinggal di sana selama tiga hari untuk memotong hewan, memberi makan dan minum khamer sambil menikmati nyanyian para biduwanita. Orang-orang Arab akan mendengar ekspedisi dan perkumpulan kita ini sehingga mereka akan tetap segan kepada kita selama-lamanya. Ayo, majulah !”

 

Kabar tentang pasukan Quraisy ini terdengar juga oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabatnya. Kabar ini direspon oleh para Shahabat dengan respon yang berbeda. Sebagian mereka merasa khawatir karena pertempuran ini tidak disangka-sangka sama sekali dan mereka juga belum melakukan persiapan maksimal. Mereka berusaha menyampaikan berbagai alasan kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam agar diterima. Berkenaan dengan peristiwa ini, Allah Azza wa Jalla menurunkan firman-Nya :

 

“Sebagaimana Rabbmu menyuruhmu pergi dari rumahmu dengan kebenaran, padahal sebagian dari orang-orang yang beriman itu tidak menyukainya. Mereka membantahmu tentang kebenaran sesudah nyata (bahwa mereka pasti menang), seolah-olah mereka dihalau kepada kematian, sedang mereka melihat (sebab-sebab kematian itu)” (al-anfaal, 5-6)

Melihat keadaan yang kurang menggembirakan ini, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun mengajak para shahabat beliau bermusyawarah untuk mengambil keputusan antara melanjutkan perjalanan dan bertempur, atau kembali ke Madinah. Pendapat pertama berasal dari pemimpin kaum Muhajirin yang menyatakan kesiapan mereka untuk bertempur dan tidak akan membiarkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertempur seorang diri. Kemudian disusul oleh kaum Anshar yang diwakili oleh Sa’ad bin Mu’azd Radhiyallahu anhu yang juga menyatakan kesetiannya.

 

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam merasa gembira mendengar ucapan para Shahabat ini. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, ”Berangkatlah kalian dan berbahagialah karena sesungguhnya Allah Azza wa Jalla telah menjanjikanku salah satu dari kedua rombongan tersebut. Demi Allah Azza wa Jalla , seakan aku melihat kematian mereka sekarang.”

 

Dalam perjalanan ini, ada kisah menarik yang bisa dijadikan pelajaran bagi kaum Muslimin yang menginginkan kejayaan. Yaitu, ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan pasukan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam sampai di daerah berbatu al-Wabirah, seseorang musyrik menyusul mereka dan menyatakan kesiapannya bergabung berperang bersama pasukan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Namun, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak serta merta menyambut uluran tangan si musyrik ini, meski beliau menyadari jumlah pasukan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam sedikit. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam terlebih dahulu bertanya : “Apakah kamu beriman kepada Allah Azza wa Jalla dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam ?” Orang itu menjawab : “Tidak.” Lalu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : Pulanglah kamu karena kami tidak akan meminta tolong kepada orang musyrik [HR. Muslim 3/1449-1450]

 

Kemudian orang itu berlalu. Ketika kami sampai di asy-Syajarah dia menyusul lagi dan menawarkan diri lagi untuk yang kedua kalinya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan tanggapan yang sama dengan yang pertama. Kemudian dia berlalu lagi. Ketika kami sampai di al-Baidâ’, orang itu menyusul lagi dan menawarkan diri lagi untuk yang ketiga. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun mengulangi pertanyaan beliau ketika orang ini menawarkan diri untuk pertama kalinya : “Apakah kamu beriman kepada Allah Azza wa Jalla dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam ?” Orang itu menjawab : “Ya.” Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengizinkan orang ini bergabung dengan pasukan kaum Muslimin.

 

Ketika Rasullulah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan pasukannya sampai di dekat Safra` (suatu daerah di dekat Badar); beliau mengutus Basbas dan Ady bin Abi Zaghba` ke Badar. Keduanya disuruh mencari informasi tentang Abu Sufyan dan rombongan dagangnya. Dalam riwayat lainnya disebutkan bahwa beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Abu Bakar Radhiyallahu anhu juga keluar untuk tujuan ini. Keduanya bertemu dengan seseorang yang sudah tua. Rasulullah bertanya kepadanya tentang pasukan Quraisy. Orang tua itu mau menjawab asalkan mereka berdua memberitahu dari mana asal mereka..? Keduanya setuju. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memintanya agar bercerita lebih dahulu. Orang itu menjelaskan bahwa ia mendengar berita tentang Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Sahabatnya telah berangkat pada hari ini dan ini. Jika si pembawa berita itu benar, berarti mereka sekarang sudah sampai di tempat ini dan ini. Dan jika si pembawa berita tentang pasukan Quraisy juga jujur, berarti mereka sekarang berada di tempat ini dan ini.

 

Setelah menyelesaikan ceritanya, orang itu bertanya: “Dari mana kalian berdua ?” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Kami berasal dari air”. Kemudian keduanya meninggalkan orang tua itu yang masih bertanya : “Dari air ? Apakah dari air Irak ?”

 

Sore harinya, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus Ali, Zubair, dan Sa`d Bin Abi Waqqash Radhiyallahu anhum beserta sekelompok Sahabat lainnya untuk mengumpulkan data-data tentang musuh. Di sekitar sumur Badar, rombongan ini menemukan dua orang yang bertugas mengambil air untuk pasukan Mekah. Mereka membawa dua orang ini ke Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang saat itu sedang shalat. Lantas mereka mulai mengorek keterangan dari keduanya. Dua orang ini mengakui bahwa mereka pemberi minum pada pasukan Mekah. Namun, para Sahabat tidak mempercayai mereka. Para Sahabat mengira keduanya adalah anak buah Abu Sufyan. Lalu mereka memukuli keduanya hingga mau mengaku bahwa mereka anak buah Abu Sufyan.

 

Ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam selesai shalat, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan para Sahabatnya, karena mereka telah memukul keduanya saat jujur dan membiarkan mereka saat berdusta. Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepada keduanya tentang posisi pasukan Mekah. Mereka menjawab: “Mereka di belakang bukit di Udwatul Qushwa.”

 

Kemudian beliau bertanya tentang jumlah pasukan Mekah. Akan tetapi, dua orang ini tidak bisa menyebutkan jumlah pastinya, namun keduanya menyebutkan jumlah unta yang mereka sembelih setiap harinya, yaitu antara 9 sampai 10. Dari sini, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyimpulkan bahwa jumlah mereka antara 900 – 1000 pasukan. Dua orang ini juga menyebutkan bahwa di antara pasukan itu ada beberapa tokoh Mekah. Dalam kitab Rahîqul Makhtûm disebutkan, Beliau bertanya dua orang ini, “Siapa sajakah pemuka Quraisy yang ikut?” Mereka menjawab, “Utbah dan Syaibah, keduanya anak Rabî`ah, Abul Bakhtari bin Hisyâm, Hakim bin Hizâm, Naufal bin Khuwailid, al-Hârits bin Amir, Thaîmah bin Adi, an-Nadhr bin Harits, Zam`ah bin al-Aswad, Abu Jahl bin Hisyam, Umayah bin Khalaf dan lainnya.” Rasululllah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun berkata kepada para Sahabatnya: “Mekah telah mencampakkan para tokohnya ke hadapan kalian.” Lalu Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menunjukkan beberapa tempat yang akan menjadi tempat tewasnya beberapa tokoh Quraisy.

 

Malam itu Allah Azza wa Jalla menurunkan hujan untuk mensucikan kaum Muslimin dan meneguhkan telapak kaki mereka di atas bumi. Allah Azza wa Jalla jadikan hujan tersebut sebagai bencana yang besar bagi kaum Musyrikin.

 

“Dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk mensucikan kamu dengan hujan itu dan menghilangkan dari kamu gangguan-gangguan setan dan untuk menguatkan hatimu dan memperteguh dengannya telapak kaki(mu)” (al-anfaal, 11)

 

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam membawa pasukannya mendekati mata air Badar mendahului orang-orang Musyrik agar musuh tidak bisa menguasai mata air. Saat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sudah menentukan satu posisi, al-Habâb bin Mundzir Radhiyallahu anhu mengeluarkan pendapatnya, “Wahai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam , bagaimanakah pendapat anda tentang posisi ini ? Apakah posisi ini diwahyukan oleh Allah Azza wa Jalla sehingga kita tidak boleh maju atau mundur ? Ataukah ini hanya pendapat, siasat dan takti perang saja”? Beliau menjawab: “Ini hanya pendapat, siasat dan taktik perang saja.” al-Habâb Radhiyallahu anhu mengatakan : “Wahai Rasulullah, posisi ini kurang tepat, bawalah orang-orang ini ke sumur yang paling dekat dengan posisi musuh. kita kuasai sumur itu lalu yang lainnya kita rusak. Kita membuat telaga besar lalu kita penuhi air. Kemudian baru kita perangi mereka, kita bisa minum sementara mereka tidak bisa.” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada al-Habâb Radhiyallahu anhu , “Engkau telah menyampaikan pendapat yang jitu.” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyetujuinya dan melakukannya.

Gambar 2. Strategi perang yang diusulkan Sahabat al-Habâb bin Mundzir Radhiyallahu anhu

Setelah melakukan semua persiapan fisik yang memungkinan untuk mewujudkan kemenangan di lapangan, malam itu beliau bertadarru` (memohon) kepada Allah Azza wa Jalla agar menolongnya.

 

Ya Allah Azza wa Jalla , penuhilah janji-Mu kepadaku. Ya Allah Azza wa Jalla berikanlah apa yang telah Engkau janjikan kepadaku. Ya Allah Azza wa Jalla , jika Engkau membinasakan pasukan Islam ini, maka tidak ada yang akan beribadah kepada-Mu di muka bumi ini. [HR. Muslim 3/1384 hadits no 1763]

 

Dalam riwayat ini juga disebutkan bahwa beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam terus bermunajat kepada Rabbnya hingga selendang beliau jatuh dari pundak. Abu Bakar Radhiyallahu anhu datang dan mengambil selendang tersebut kemudian meletakkan kembali di pundak beliau. Abu Bakar Radhiyallahu anhu berkata, “Wahai Nabi Allah Azza wa Jalla , sudah cukup engkau bermunajat kepada Rabbmu dan Allah Azza wa Jalla pasti akan memenuhi janji-Nya.” Kemudian turunlah firman Allah Azza wa Jalla :

 

“(Ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan kepada Tuhanmu, lalu diperkenankan-Nya bagimu : “Sesungguhnya aku akan mendatangkan bala bantuan kepada kamu dengan seribu Malaikat yang datang berturut-turut”. (Al-anfaal, 9)

Setelah itu Abu Bakar Radhiyallahu anhu memegang tangan beliau dan berkata, “Cukup wahai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam , engkau telah berkali-kali memohon kepada Rabbmu”. Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam segera mengambil baju besi dan terjun ke medan tempur seraya membaca firman Allah Azza wa Jalla :

 

“Golongan itu pasti akan dikalahkan dan mereka akan mundur ke belakang”. (al-Qamar, 45)

 

Tepat pada tanggal 17 Ramadhan tahun 2 Hijriyah, Sejarah mencatat bagaimana kuasa Alloh berkerja kepada makhluk ciptaanNYA. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdo’a : “Ya Allah Azza wa Jalla, kaum Quraisy telah datang dengan sombong dan penuh kecongkakan. Mereka menentang-Mu dan mendustakan Rasul-Mu. Ya Allah Azza wa Jalla , berilah pertolongan yang telah Engkau janjikan kepadaku. Ya Allah Azza wa Jalla, binasakanlah mereka pagi ini!”

 

Setelah itu, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengobarkan semangat pasukan Muslimin. Imam Muslim meriwayatkan bahwa ketika kaum Quraisy sudah mendekat, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Bangkitlah kalian menuju surga yang luasnya seperti luas langit dan bumi.”Mendengar ini, Umair bin Humam al-Anshâri Radhiyallahu anhu berkata, “Wahai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam! Apakah benar surga seluas langit dan bumi?” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Benar.” Dengan penuh rasa kagum, Umair Radhiyallahu anhu berujar, “Wah.. wah!” Mendengar ini, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam balik bertanya : “Kenapa engkau berkata demikian?” Umair Radhiyallahu anhu menjawab, “Tidak, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Demi Allah, aku hanya berharap menjadi bagian dari penghuninya.” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya engkau akan menjadi salah satu penghuninya.” Kemudian, Umair Radhiyallahu anhu mengeluarkan beberapa butir kurma dari kantong anak panahnya dan menyantapnya. Tidak lama kemudian, Umair Radhiyallahu anhu mengatakan, “Seandainya aku masih hidup sampai bisa menghabiskan kurma-kurma ini, maka itu adalah kehidupan yang sangat panjang.” Lalu ia melemparkan kurma-kurma itu, kemudian maju bertempur sampai akhirnya terbunuh.

 

#bersambung_insyaallah

Sumber: Shahih shirah nabawiyah

Yokohama, 30 Maret 2014

Hidayat Panuntun