Sesaat setelah nabi menyelesaikan shalat kusuf (shalat gerhana). Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda menceritakan kondisi syurga dan neraka yang diperlihatkan kepada beliau shallallahu ‘alaihi wassalam,
“Dan aku melihat neraka. Aku belum pernah sama sekali melihat pemandangan seperti hari ini. Dan aku lihat ternyata mayoritas penghuninya adalah para wanita.”
Mereka bertanya, “Kenapa para wanita menjadi mayoritas penghuni neraka, ya Rasulullah?” Beliau menjawab, “Disebabkan kekufuran mereka.” Ada yang bertanya kepada beliau, “Apakah para wanita itu kufur kepada Allah?”
Beliau menjawab, “(Tidak, melainkan) mereka kufur kepada suami dan mengkufuri kebaikan (suami). Seandainya engkau berbuat baik kepada salah seorang istri kalian pada suatu waktu, kemudian suatu saat ia melihat darimu ada sesuatu (yang tidak berkenan di hatinya) niscaya ia akan berkata, ‘Aku sama sekali belum pernah melihat kebaikan darimu’.”
(HR. Bukhari no. 5197 dan Muslim no. 907).
dalam syarh shahih muslim (6:192) dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan kufur dalam hadist ini bukanlah kufur keluar dari Islam, akan tetapi yang dimaksud adalah kufronul huquq, yaitu istri tidak mau memenuhi kewajiban terhadap suami. Ini menujukkan celaan terhadap wanita yang dimaksud dalam hadist.
“aku sama sekali belum pernah melihat kebaikan darimu”, begitulah rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam menggambarkan kekufuran seorang wanita kepada suaminya. Begitu mudahnya kalimat tersebut keluar dari mulut seorang wanita saat mereka melihat ada sesuatu yang tidak mereka sukai dari suami mereka, meskipun itu baru pertama kalinya dilihat orang istri tersebut.
Pernahkah kalian menjumpai pernyataan-pernyataan berikut:
– wanita itu bergerak/memutuskan dengan perasaannya.
– wanita itu hatinya selembut kapas/sangat perasa.
– wanita itu ibarat kaca, maka berhati-hatilah untuk membersihkannya.
dan masih banyak lagi kalimat-kalimat dalam dunia psikologi yang pada intinya bahkan ada yang menyebut bahwa wanita itu “complicated”.
pertanyaannya, benarkah itu demikian?? bagaimana islam mengajarkan para wanita untuk bertindak?? bagaimana para wanita (ibu) generasi salaf bisa mencetak manusia-manusia semacam Imam Asy-syafi’i, ‘Umar bin abdul aziz, muhammad al-fatih, dan para pahlawan-pahlawan islam lainnya??
Lupakah kita dengan kisah al-khansa binti amru, ibunda para syuhada??
Seorang wanita yang ketika panggilan jihad memanggil beliau mengumpulkan 4 orang putranya dan memberi titah kepada mereka untuk berangkat. Medan perang Qadisiyah menjadi saksi bisu bagaimana kemuliaan seorang wanita (ibu) atas syahidnya 4 orang anaknya sekaligus. Seorang ibu yang ketika melepas kepergian 4 putranya dengan mengucapkan, “wahai putraku, carilah kematian”.
Tahukah kalian bagaimana reaksi wanita (ibu) ini ketika mendengar berita kematian 4 orang putranya sekaligus di medan Qadisiyah?? Bukan kalimat kesedihan yang keluar, bukan sebuah kalimat kekecewaan yang keluar dari mulut wanita shalihat ini, Bahkan ia telah berkata, ‘Alhamdulillah yang telah memuliakanku dengan syahidnya putra-putraku. Semoga Allah segera memanggiiku dan berkenan mempertemukan aku dengan putra-putraku dalam naungan Rahmat-Nya yang kokoh di surgaNya yang luas.’ Bahkan saat orang-orang berkata kepadanya “kasihan khansa binti amru, kehilangan 4 orang putranya”, tapi khansa binti amru menjawab, “diamlah kalian, aku sedih karena tidak mempunyai anak lagi yang bisa aku antar ke medan jihad”
Atau lupakah kita bagaimana sikap ummu sulaim mengabarkan kematian anak tercinta kepada suaminya, tepat setelah menunaikan hajat dengan suaminya, “Sesungguhnya putramu adalah kepunyaan Allah, dan Allah sekarang telah memintanya kembali”.
Dan sungguh masih banyak lagi kisah-kisah hebat para wanita, ibunda dari anak-anak yang hebat. sikap mereka, keteguhan mereka, kesabaran mereka jelas sepertinya bertentangan dengan ilmu-ilmu psikologi wanita seperti yang saya tulis diatas.
Bagaimana seharusnya wanita itu bertindak??
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam telah memberikan sebuah hadist yang indah untuk para istri.
Jika seorang wanita selalu menjaga shalat lima waktu, juga berpuasa sebulan (di bulan Ramadhan), serta betul-betul menjaga kemaluannya (dari perbuatan zina) dan benar-benar taat pada suaminya, maka dikatakan pada wanita yang memiliki sifat mulia ini, “Masuklah dalam surga melalui pintu mana saja yang engkau suka
(HR. Ahmad 1: 191 dan Ibnu Hibban 9: 471. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Jadi, kemuliaan untuk memilih masuk dari pintu surga manapun yang dia mau itu bisa diraih apabila :
1. Melaksanakan shalat liat waktu.
2. Puasa bulan ramadhan.
3. Menjaga kemaluan.
4. Mentaati suaminya.
Semoga Allah memberikan kepada kita kemudahan untuk tetap istiqomah di jalan syurga.
Kyoto, 23 Januari 2015
Hidayat Panuntun