Umar bin Khattab,
Sepertinya hampir tidak ada kaum muslimin yang tidak mengenal beliau, kedudukan dan keutamaannya dalam islam.
Tapi tahukah teman, sebelum umar masuk islam, umar adalah orang yang paling keras permusuhannya dengan Islam.
Kaum muslimin saat itu tidak pernah terpikirkan sedikitpun jika umar yang keras perangainya tersebut bisa tunduk hati masuk Islam. Bahkan sampai dikatakan, umar tidak akan masuk islam hingga keledai Al-khattab masuk islam. Sebuah ungkapan yang menggambarkan bagaimana tidak mungkinnya jika umar bin khattab masuk islam.
Namun, semua yang ada di langit dan bumi ini berada di bawah kehendak Allah. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengatakan kepada Ummu Salamah, “Wahai Ummu Salamah, hati seorang anak Adam berada dalam jari-jemari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Barang siapa yang Allah kehendaki akan diberi petunjuk dan barang siapa yang Dia kehendakai ia akan disesatkan.” (HR. Tirmidzi, no.3522).
Meskipun keras dan kejamnya permusuhan Umar bin Khattab terhadap islam ketika itu, bahkan diriwayatkan sampai akan membunuh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam. Namun Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam tetap mendoakan kebaikan untuk Umar bin Khattab.
Suatu hari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam berdo’a kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala:
“Ya Allah, muliakan Islam dengan salah satu dari dua orang yang engkau cintai yaitu Abu jahal bin Hisyam atau Umar bin Khattabb.” Maka yang lebih Allah cintai dari keduanya adalah Umar bin Khattab.(Lihat Shahih Sunan Ibnu Hibban 12/305).
Dan lihat kemudian, Allah memberinya hidayah sehingga Umar masuk islam, bahkan menjadi salah satu dari 10 orang yang dijanjikan masuk syurga.
Dakwah di thaif,
“Apakah pernah datang kepadamu, wahai rasulullah, satu hari yang lebih berat dibandingkan dengan saat perang Uhud?” tanya sang istri tercinta, ‘aisyah radhiallahu ‘anha kepada suami kesayangannya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam.
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab : “Aku telah mengalami penderitaan dari kaummu. Penderitaan paling berat yang aku rasakan, yaitu saat ‘Aqabah, saat aku menawarkan diri kepada Ibnu ‘Abdi Yalîl bin Abdi Kulal, tetapi ia tidak memenuhi permintaanku. Aku pun pergi dengan wajah bersedih. Aku tidak menyadari diri kecuali ketika di Qarnust-Tsa’âlib, lalu aku angkat kepalaku. Tiba-tiba aku berada di bawah awan yang sedang menaungiku. Aku perhatikan awan itu, ternyata ada Malaikat Jibril , lalu ia memanggilku dan berseru: ‘Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla telah mendengar perkataan kaummu kepadamu dan penolakan mereka terhadapmu. Dan Allah Azza wa Jalla telah mengirimkan malaikat penjaga gunung untuk engkau perintahkan melakukan apa saja yang engkau mau atas mereka. Malaikat (penjaga) gunung memanggilku, mengucapkan salam lalu berkata: ‘Wahai Muhammad! Jika engkau mau, aku bisa menimpakan Akhsabain (Dua gunung besar di Mekkah, yaitu Gunung Abu Qubais dan Gunung Qu’aiqi’an. Ada juga yang mengatakan Gunung Abu Qubais dan Gunung al-Ahmar).”
Lalu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “(Tidak) namun aku berharap supaya Allah Azza wa Jalla melahirkan dari anak keturunan mereka orang yang beribadah kepada Allah semata, tidak mempersekutukan-Nya dengan apapun jua”. [HR Imam al-Bukhâri dan Imam Muslim].
Sebegitu jahat dan kejam perlakuan penduduk thaif kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam, tapi beliau tetap menolak permintaan malaikat penjaga gunung. Bahkan beliau malah mendoakan agar kelak dari anak keturunan mereka akan muncul orang-orang yang beribadah hanya kepada Allah ta’ala saja.
Pelajaran untuk Indonesia
Sudah menjadi kewajiban bagi rakyat untuk menasihati dan meluruskan pemimpinnya apabila melakukan kesahalan. Akan tetapi, oleh rakyat indonesia, kewajiban ini dilakukan dengan cara menghujat dan men-share berita-berita negatif dari media massa.
Al-Hafizh Abu Ishaq as-Sabi’i berkata:
ما سب قومٌ أميرهم إِلا حُرموا خيره
“Tidaklah suatu kaum mencaci penguasa mereka kecuali diharamkan mereka dari kebaikannya.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Abdil Barr di dalam at-Tamhid 21/287)
Begitu ada kekeliruan yang dilakukan, maka blow-up dan share berita kekeliruan tersebut akan dengan cepat menyebar. Bahkan tidak sedikit diantara mereka yang sengaja mencari-cari kesalahan dan menuliskannya kemudian menyebarkannya lewat berbagai media sosial.
Pemimpin (presiden indonesia) bukanlah nabi yang tanpa dosa. Dia hanyalah manusia biasa yang diberi amanah oleh Allah untuk mengurus Indonesia. Kewajiban kita sebagai rakyat adalah menasihati pemimpin dan meluruskannya apabila terjadi kesalahan, bukan sengaja mencari cela dan kesalahan yang dilakukan.
Cara menasihati pemimpin harus dilakukan dengan cara yang syar’i sesuai dengan kaidah yang telah diajarkan oleh rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam kepada kita.
Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
من أراد أن ينصح لسلطان بأمر فلا يبد له علانية ولكن ليأخذ بيده فيخلو به فإن قبل منه فذاك وإلا كان قد أدى الذي عليه له
“Barang siapa yang hendak menasihati penguasa pada suatu perkara maka janganlah dia tampakkan kepadanya terang-terangan, tetapi hendaknya dia pegang tangannya dan menyendiri dengannya. Kalau dia (penguasa) menerima (nasihat tersebut) maka itu bagus, dan kalau tidak maka dia telah memunaikan kewajibannya memberikan nasihat.” (Diriwayatkan oleh al-Imam Ahmad dalam Musnad-nya 3/403 dan Ibnu Abi Ashim dalam as-Sunnah hlm. 507 dan dishahihkan oleh asy-Syaikh al-Albani dalam Zhilalul Jannah: 1096).
Alangkah baiknya apabila kita mencontoh akhlak rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam dalam kisah umar dan dakwah di thaif. sejelek-jelek tindakan mereka terhadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam dan Islam, Rasullullah tetep mendoakan kebaikan untuk mereka. Dan saat Allah ta’ala mengabulkan doa beliau shallallahu ‘alaihi wa salam, maka itu menjadi kebaikan untuk perkembangan islam.
Jadi, dari pada mencela, menshare, memblow-up berita keburukan tentang pemerintah, akan lebih baik jika kita menasihati mereka dengan cara yang baik (syar’i). Karena sesuatu yang baik itu tidak bisa tercapai kecuali dengan cara yang baik pula. Bahkan mencela, menshare, memblow-up berita tersebut hanya akan menambah kedengkian dan permusuhan, bukan menciptakan kebaikan. Yang mencela pun boleh jadi tidak lebih baik dari pada yang dicela apabila diserahi amanah yang sama.
Doakan mereka dengan kebaikan, karena Allah lah Rabb pemilik segala sesuatu. Dia lah Rabb yang memegang ubun-ubun dan hati setiap manusia maka tidak ada sesuatu hal pun yang tidak mungkin bagi Allah.
ps: penulis bukanlah pendukung salah satu dari 2 calon presiden saat pilpres [bahkan tidak mencoblos keduanya karena satu dua hal teknis, ^^], penulis hanyalah salah satu dari sekian banyak hamba Allah yang menginginkan kaum muslimin di Indonesia berhenti menghujat dan mendoakan kebaikan bagi presiden indonesia.
kyoto, 6 April 2015
Hidayat Panuntun