Jika ada pertanyaan yang diajukan untuk kalian semua, pertanyaan yang sangat simpel, mudah dijawab. Begini pertanyaannya, Siapakah yang paling pintar dan paling bermanfaat ilmunya, antara Einstein, Sir Isaac Newton, dan Amr ‘ibnu Jamuh…? Kira-kira apa yang jawaban anda..?
Siapa yang tidak kenal dengan Einstein..? Seorang fisikawan modern yang telah menemukan sebuah teori relativitas yang mashur hingga kini. Fisikawan yang terkenal dengan rumus E=mc2 nya. Siapa juga yang tidak kenal dengan Newton, seorang yang dianggap sebagai peletak dasar gravitasi dengan kisah apel yang sangat terkenal di anak-anak SD.
Bagaimana dengan nama terakhir..???
Saya yakin tidak semua orang mengenal nama terakhir yang saya tulis tersebut, bahkan boleh dikatakan hanya sedikit sekali yang mengenal nama itu. Memang benar, nama ini tidak pernah kita dengarkan pada saat pelajaran ilmu-ilmu dasar di SD dulu, tidak seperti dua nama yang saya sebut sebelumnya yang sangat sering disebut saat mempelajari IPA di sekolah.
Silahkan berpikir 1 menit untuk menebak siapa manusia ini..ilmu apa yang dia miliki..manfaat apa yang diperoleh dari ilmu itu..
Sudah… Sudah ada bayangan siapa nama terakhir yang saya sebutkan tersebut…????
Baiklah, akan saya bantu untuk mendeskripsikan nama terakhir..
Ia adalah ipar dari Abdullah bin Amr bin Haram, karena menjadi suami dari saudara perempuan Hindun binti ‘Amara Ibnul Jamuh merupakan salah seorang tokoh penduduk Madinah dan salah seorang pemimpin Bani Salamah. Ia didahului masuk Islam oleh putranya Mu’adz bin Amr yang termasuk kelompok 70 peserta bai’at ‘Aqabah. Bersama shahabatnya Mu’adz bin Jabal, Mu’adz bin Amr ini menyebarkan Agama Islam di kalangan penduduk Madinah dengan keberanian luar biasa sebagai layaknya pemuda Mu’min yang gagah.
Saya yakin sekarang anda sudah punya bayangan siapakah orang terakhir yang namanya saya sebutkan tadi.
Dan tahukah anda jawaban yang paling betul dari pertanyaan diatas…??? Ya, Amr ibnul Jamuh adalah jawaban yang paling tepat. Mengapa…??? Mari kita ikuti kisahnya,
Telah menjadi kebiasaan bagi golongan bangsawan di Madinah, menyediakan di rumah masing-masing duplikat berhala berhala besar yang terdapat di tempat-tempat pemujaan umum yang dikunjungi oleh orang banyak. Maka sesuai dengan kedudukannya sebagai seorang bangsawan dan pemimpin, Amr bin Jamuh juga mendirikan berhala di rumahnya yang dinamakan Manaf.
Putranya, Mu’adz bin Amr bersama temannya Mu’adz bin Jabal telah bermufakat akan menjadikan berhala di rumah bapaknya itu sebagai barang permainan dan penghinaan. Di waktu malam mereka menyelinap ke dalam rumah, lalu mengambil berhala itu dan membuangnya ke dalam lobang yang biasa digunakan manusia untuk membuang hajatnya. Pagi harinya Amr tidak melihat Manaf berada di tempatnya yang biasa, maka dicarinyalah berhala itu dan akhirnya ditemukannya di tempat pembuangan hajat. Bukan main marahnya Amr, lalu bentaknya: “Keparat siapa yang telah melakukan perbuatan durhaka terhadap tuhan-tuhan kita malam tadi . . . ?” Kemudian dicuci dan dibersihkannya berhala itu dan diberinya wangi-wangian.
Malam berikutnya, berdua Mu’adz bin Amr dan Mu’adz bin Jabal memperlakukan berhala itu seperti pada malam sebelumnya. Demikianlah pula pada malam-malam selanjutnya. Dan akhirnya setelah merasa bosan, Amar mengambil pedangnya lalu menaruhnya di leher Manaf, sambil berkata: “Jika kamu betul-betul dapat memberikan kebaikan, berusahalah untuk mempertahankan dirimu … !”
Pagi-pagi keesokan harinya Amr tidak menemukan berhalanya di tempat biasa … tetapi ditemukannya kali ini di tempat pembuangan hajat itu tidak sendirian, berhala itu terikat bersama bangkai seekor anjing dengan tali yang kuat. Dan selagi ia dalam keheranan, kekecewaan serta amarah, tiba-tiba datanglah ke tempatnya itu beberapa orang bangsawan Madinah yang telah masuk Islam. Sambil menunjuk kepada berhala yang tergeletak tidak berdaya dan terikat pada bangkai anjing itu, mereka mengajak akal budi dan hati nurani Amr bin Jamuh untuk berdialog serta membeberkan kepadanya perihal Tuhan yang sesungguhnya, Yang Maha Agung lagi.
Maha Tinggi, yang tidak satupun yang menyamai-Nya. Begitupun tentang Muhammad saw. orang yang jujur dan terpercaya, yang muncul di arena kehidupan ini untuk memberi bukan untuk menerima, untuk memberi petunjuk dan bukan untuk menyesatkan. Dan mengenai Agama Islam yang datang untuk membebaskan manusia dari belenggu, segala macam belenggu dan menghidupkan pada mereka ruh Allah serta menerangi dalam hati mereka dengan cahaya-Nya.
Maka dalam beberapa saat, Amr telah menemukan diri dan harapannya . . . . Beberapa saat kemudian ia pergi, dibersihkannya pakaian dan badannya lalu memakai minyak wangi dan merapikan diri, kemudian dengan kening tegak dan jiwa bersinar ia pergi untuk bai’at kepada Nabi terakhir, dan menempati kedudukannya di barisan orang-orang beriman.
Subhanallah.. Sesungguhnya manusia yang paling beruntung itu adalah manusia yang dengan ilmu yang dikuasainya bisa menyebabkan datangnya hidayah dari Allah. Manusia yang dengan ilmu yang dikuasainya menyebabkan dia bertambah takut kepada Allah, bertambah yakin bahwa Allah lah Rabb Pemilik Alam semesta. Sungguh betapa banyaknya ilmuan, filsuf, pemikir yang telah Alloh benamkan dalam kesesatan meskipun mereka menguasai ilmu yang lebih banyak dibandingkan yang lain.
Sebagai contoh dapat kita kemukakan di sini, Athena. Yakni Athena di masa Perikles, Pythagoras dan Socrates! Athena yang telah mencapai tingkat berfikir yang menakjubkan, tetapi seluruh penduduknya, baik para filosof, tokoh-tokoh pemerintahan sampai kepada rakyat biasa, mempercayai patung-patung yang dipahat, dan memujanya sampai taraf yang amat hina dan memalukan. Bagaimana mungkin kaum pemikir bisa sampai mempercayai patung-patung yang mereka pahat sendiri dan menyembahnya sebagai dewa, Na’udzubillah tsuma na’udzubillah.
Sekarang mari kita saksikan bagaimana ilmu yang telah diperoleh Amr ibnu Jamuh ini mengantarkannya kepada syurga firdaus, surga tertinggi dambaan kaum muslimin.
Amr telah berketetapan hati dan telah menyiapkan peralatannya untuk turut dalam perang Badar, tetapi putra-putranya memohon kepada Nabi agar ia mengurungkan maksudnya dengan kesadaran sendiri, atau bila terpaksa dengan larangan dari Nabi. Nabi pun menyampaikan kepada Amr bahwa Islam membebaskan dirinya dari kewajiban perang, dengan alasan ketidak mampuan disebabkan cacad kakinya yang berat itu. Tetapi ia tetap mendesak dan minta diizinkan, hingga Rasulullah terpaksa mengeluarkan perintah agar ia tetap tinggal di Madinah.
Sekarang datanglah saatnya perang Uhud. Amr lalu pergi menemui Nabi saw. memohon kepadanya agar diizinkan turut, katanya: “Ya Rasulallah, putra-putraku bermaksud hendak menghalangiku pergi bertempur bersama anda. Demi Allah, aku amat berharap kiranya dengan kepincanganku ini aku dapat merebut surga .. . !”
Karena permintaannya yang amat sangat, Nabi saw. memberinya izin untuk turut. Maka diambilnya alat-alat senjatanya, dan dengan hati yang diliputi oleh rasa puas dan gembira, ia berjalan berjingkat-jingkat. Dan dengan suara beriba-iba ia memohon kepada Allah: “Ya Allah, berilah aku kesempatan untuk menemui syahid, dan janganlah aku dikembalikan kepada keluargaku . . . !”
Dan kedua pasukan pun bertemulah di hari Uhud itu …Amr ibnul Jamuh bersama keempat putranya maju ke depan menebaskan pedangnya kepada tentara penyebar kesesatan dan pasukan syirik . . . .
Di tengah-tengah pertarungan yang hiruk pikuk itu Amr melompat dan berjingkat, dan sekali lompat pedangnya menyambar satu kepala dari kepala-kepala orang musyrik. la terus melepaskan pukulan-pukulan pedangnya ke kiri ke kanan dengan tangan kanannya, sambil menengok ke sekelilingnya, seolah-olah mengharapkan kedatangan Malaikat dengan secepatnya yang akan menemani dan mengawalnya masuk surga.
Memang, ia telah memohon kepada Tuhannya agar diberi syahid, dan ia yakin bahwa Allah swt. pastilah akan mengabulkannya. Dan ia rindu, amat rindu sekali akan berjingkat dengan kakinya yang pincang itu dalam surga, agar ahli surga itu sama mengetahui bahwa Muhammad Rasulullah saw. itu tahu bagaimana caranya memilih shahabat dan bagaimana Pula mendidik dan menempa manusia ….
Dan saat yang ditunggu-tunggunya itu pun tibalah, suatu pukulan pedang yang berkelebat . . , memaklumkan datangnya saat keberangkatan . . . , yakni keberangkatan seorang syahid yang mulia, menuju surga jannatul khuldi, surga Firdausi yang abadi … !
Dan tatkala Kaum Muslimin memakamkan para syuhada mereka,Rasulullah saw. mengeluarkan perintah yang telah kita dengar dulu, yaitu:
“Perhatikan, tanamkanlah jasad Abdullah bin Amr bin Haram dan Amr ibnul Jamuh di makam yang satu, karena selagi hidup mereka adalah dua orang shahabat yang setia dan bersayang-sayangan … !”
Kedua shahabat yang bersayang-sayangan dan telah menemui syahid itu dikuburkan dalam sebuah makam, yakni dalam pangkuan tanah yang menyambut jasad mereka yang suci, setelah menyaksikan kepahlawanan mereka yang luar biasa.
Dan setelah berlalu masa selama 46 tahun di pemakaman dan penyatuan mereka, datanglah banjir besar yang melanda dan menggenangi tanah pekuburan, disebabkan digalinya sebuah mata air yang dialirkan Mu’awiyah melalui tempat itu. Kaum Muslimin pun segera memindahkan kerangka para syuhada. Kiranya mereka sebagai dilukiskan oleh orang-orang yang ikut memindahkan mereka: “Jasad mereka menjadi lembut, dan ujung-ujung anggota tubuh mereka jadi melengkung … !”
Ketika itu Jabir bin Abdullah masih hidup. Maka bersama keluarganya ia pergi memindahkan kerangka bapaknya Abdullah bin Amr bin Haram serta kerangka bapak kecilnya Amr ibnul Jamuh …. Kiranya mereka dapati kedua mereka dalam kubur seolah-olah sedang tidur nyenyak . . . . Tak sedikit pun tubuh mereka dimakan tanah, dan dari kedua bibir masing-masing belum hilang senyuman manis alamat ridla dan bangga yang telah terlukis semenjak mereka dipanggil untuk menemui Allah dulu….
Apakah anda sekalian merasa heran . . . ? Tidak, jangan tuan-tuan merasa heran . . . ! Karena jiwa-jiwa besar yang suci lagi bertaqwa, yang mampu mengendalikan arah tujuan hidupnya, membuat tubuh-tubuh kasar yang menjadi tempat kediamannya, memiliki semacam ketahanan yang dapat menangkis sebab-sebab kelapukan dan mengatasi bencana-bencana tanah….
Sekarang, apakah jawaban saya masih anda ragukan kebenarannya…???
Kyoto, 15 Maret 2014
Hidayat Panuntun