Cukuplah Allah sebagai saksi

 

“alhamdulillah, akhirnya selesai mengkhatamkan alquran untuk ke-5 kalinya dalam ramadhan ini”

“alhamdulillah, bisa juga shalat malam kontinyu selama 1 bulan”

“ternyata bisa juga 1 tahun berpuasa daud yaa, mudah2an bisa istiqomah”

“ada yang tahu obat sakit tenggorokan? Sakit nih karena buat ngaji terus tiap malem, biasa kejar target khatam di bulan ramadhan”

“ya Allah, mudahkan lah puasa hamba hari ini”

“ya Allah, semoga Engkau ridha infaq sholat jum’at ku tadi”

Mungkin seperti itulah kira-kira status status di jejaring sosial yang tidak jarang kita jumpai di timeline kita. Setelah selesai berbuat suatu kebaikan, tidak jarang seseorang langsung posting di social media kebaikan yang baru saja mereka lakukan. Saat baru saja ditimpa kesedihan, tidak jarang juga orang langsung posting tentang doa di social media.

RIYA’

Wahai mereka yang suka mengumbar semua itu di social media, tidak takutkah kalian dengan bahaya riya’ yang mengintai??!

“Sesungguhnya yang paling ditakutkan dari apa yang saya takutkan menimpa kalian adalah asy syirkul ashghar (syirik kecil), maka para shahabat bertanya, apa yang dimaksud dengan asy syirkul ashghar? Beliau shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab: “Ar Riya’.” (HR. Ahmad dari shahabat Mahmud bin Labid no. 27742)

Posting kebaikan di laman media social tidak akan menyebabkan kebaikan tersebut pasti diterima oleh Allah, justru dikhawatirkan akan merusak niat dari amal kebaikan yang telah dilakukan.

Teman, tahukah kalian sesuatu yang lebih berbahaya dari fitnah Dajjal? Padahal fitnah dajjal adalah fitnah paling besar yang akan menimpa manusia di akhir zaman.

“Maukah aku kabarkan kepada kalian sesuatu yang lebih tersembunyi di sisiku atas kalian daripada Masih ad Dajjal?” Dia berkata,”Kami mau,” maka Rasulullah berkata, yaitu syirkul khafi; yaitu seseorang shalat, lalu menghiasi (memperindah) shalatnya, karena ada orang yang memperhatikan shalatnya”. [HR Ibnu Majah, no. 4204, dari hadits Abu Sa’id al Khudri. Hadits ini hasan-Shahih at Targhib wat Tarhib, no. 30]

Amalan yang disertai riya’ justru nanti di hari kiamat tidak akan mendapatkan pahala apapun dari Allah azza wa jalla.

“Sesungguhnya yang paling aku takutkan atas kalian adalah syirik kecil, yaitu riya’. Allah akan mengatakan kepada mereka pada hari Kiamat tatkala memberikan balasan atas amal-amal manusia “Pergilah kepada orang-orang yang kalian berbuat riya’ kepada mereka di dunia. Apakah kalian akan mendapat balasan dari sisi mereka?” [HR Ahmad, V/428-429 dan al Baghawi dalam Syarhus Sunnah, XIV/324, no. 4135 dari Mahmud bin Labid. Lihat Silsilah Ahaadits Shahiihah, no. 951]

Kita bukanlah orang yang bisa memastikan hati kita tetap bersih dari gangguan syaitan. Bahkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengajarkan kepada kita doa agar hati tetap tertambat pada ketaatan.

Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan sebuah hadits dalam Shahih-nya, dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Ash Radhiyallahu ‘anhuma , dia mengatakan :

“Saya mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Sesungguhnya kalbu-kalbu keturunan Adam berada di antara dua jari dari jari-jari Allah laksana satu hati, Allah membolak-balikannya sesuai kehendakNya,” kemudian beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdoa: “Ya Allah, Dzat yang membolak-balikan hati, palingkanlah hati-hati kami kepada ketaatanMu”.

Maka sudah sepatutnya bagi mereka yang suka mengubar kebaikan di dunia maya untuk merubah kebiasaan mereka, hanya untuk menjaga dari riya’ yang bisa menyerang hati seorang hamba setiap saat. Lebih baik waktu yang mereka gunakan saat akan mengetik status tersebut diganti dengan berdoa yang khusuk didalam hati memohon kepada Allah agar kebaikan yang dilakukan diterima oleh-NYA.

Begitu pula dengan berdoa, saya yakin teman-teman pernah menjumpai doa seperti di bawah ini pada laman media social:

“ya Allah, mudahkan lah puasa hamba hari ini”

“ya Allah, semoga Engkau ridha infaq sholat jum’at ku tadi”

“ya Allah, ban motor bocor, kena tilang, kehujanan, sungguh cobaanmu hari ini begitu berat”

Hallow, apakah Allah azza wa jalla aktif bersosial media dan kemudian akan memberikan komentar di bawah status tersebut??!

Mahasuci Allah Rabb pemilik semesta alam, justru berdoa yang seperti itu dikhawatirkan akan menyebabkan timbulnya Riya’ dalam amal perbuatan manusia.

Selayaknya kita belajar dari nabi Ya’qub saat ditimpa ujian kesedihan yang mendalam. Ucapan yang Allah abadikan dalam al-quran, beliau mengatakan”

“…Sesungguhnya hanyalah kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku…” (QS. Yusuf: 86)

 

MENYEMBUNYIKAN AMALAN ADALAH TANDA IKHLAS.

Cukuplah bagi kita Allah saja yang tahu semua kebaikan amal yang telah kita lakukan. Mengumbarnya disosial media tidak akan menjadikan amal tersebut jadi semakin besar pahalanya, bahkan justru akan mengancam amal kebaikan itu sendiri apabila timbul riya’ setelah posting di social media. Imam syafi’I rahimahullah mengatakan “Sudah sepatutnya bagi seorang alim memiliki amalan rahasia yang tersembunyi, hanya Allah dan dirinya saja yang mengetahuinya. Karena segala sesuatu yang ditampakkan di hadapan manusia akan sedikit sekali manfaatnya di akhirat kelak.”

Teman, tahukah kalian golongan orang yang akan mendapatkan naungan di hari kiamat nanti?

“…Seseorang yang bersedekah kemudian ia menyembunyikannya sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang disedekahkan oleh tangan kanannya…” (HR. Bukhari no. 1423 dan Muslim no.1031,dari Abu Hurairah)

‘Ali bin Al Husain bin ‘Ali, salah seorang keturunan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadi contoh sempurna untuk hadist ini. Dikisahkan beliau suka berjalan di malam hari membagi-bagi bahan makan ke rumah-rumah secara sembunyi. Beliau mengatakan:

Sesungguhnya sedekah secara sembunyi-sembunyi akan meredam kemarahan Rabb ‘azza wa jalla.

Tidak ada seorang penduduk madinah pun yang tahu siapa yang memberi mereka bahan makanan tiap hari. Mereka hanya tahu bahan makanan tersebut berhenti mereka dapatkan saat ‘ali bin Husain meninggal dunia. Akhirnya mereka sadar, ‘ali bin Husain lah yang selama ini membagi-bagikan bahan makanan untuk mereka.

Ibnu jauzy menceritakan dalam bukunya Shifatus Shofwah, Daud bin Abi Hindi berpuasa selama 40 tahun dan tidak ada satupun orang, termasuk keluarganya yang mengetahuinya. Ia adalah seorang penjual sutera di pasar. Di pagi hari, ia keluar ke pasar sambil membawa sarapan pagi. Dan di tengah jalan menuju pasar, ia pun menyedekahkannya. Kemudian ia pun kembali ke rumahnya pada sore hari, sekaligus berbuka dan makan malam bersama keluarganya. Jadi orang-orang di pasar mengira bahwa ia telah sarapan di rumahnya. Sedangkan orang-orang yang berada di rumah mengira bahwa ia menunaikan sarapan di pasar.

Subhanallah, itulah secuil kisah para salaf dalam menyembunyikan amal kebaikan mereka. Mereka tidak membutuhkan orang lain untuk tahu kebaikan apa yang telah mereka lakukan. Bagi mereka, cukuplah Allah sebaik-baik Rabb yang mencatat setiap perbuatan yang menjadi saksi.

 

Kyoto, 18 Juli 2014

Hidayat Panuntun