Penaklukan Mekah dan suara adzan yang menggema

Janji Allah untuk rasulNYA adalah sebuah kepastian yang 100% pasti akan terjadi. Begitulah ketetapan yang akan berlaku hingga hari kiamat kelak.

Adalah janji Allah pula bahwa Rasulullah Muhammad ﷺ dan ummatnya, setelah terusir dari kota Mekah, akan memasukinya dengan aman. Banyak buku sejarah yang menuliskan proses penaklukan kota suci tersebut, bagaimana persiapannya, bagaimana Rasulullah ﷺ berusaha menyembunyikan rencana, bagaimana 10ribu pasukan berjalan melintas dari madinah menuju mekah tanpa diketahui oleh orang kafir Quraisy ketika itu.

Singkat cerita, waktu shalat telah tiba dihari penaklukan kota Mekah. Setelah berhala yang berada di dalam dan sekitar sudah dihancurkan, Rasulullah ﷺ memerintahkan Bilal bin Rabah untuk adzan. Suara yang dahulu paling dibenci oleh penduduk kota ini ketika cahaya hidayah belum menyapa mereka, Suara yang dahulu ketika telinga mereka mendengarnya, si pemilik suara sudah pasti bakal babak belur dihajar oleh penduduk kota itu, kini bebas menggema.

Adalah Abu Sufyan bin harb, Attab bin Asid, dan Harits bin Hisyam sedang duduk di pelataran Ka’bah ketika suara adzan menggema. Attab pun kemudian berkata, “Allah telah memuliakan Asid (Asid adalah bapaknya Attab) karena tidak perlu mendengar ini. Andaikata mendengarnya, tentu dia akan murka”

Haris pun tak kalah lantang bersuara,”Demi Allah, kalau aku tahu itu benar maka aku akan mengikutinya (Rasulullah ﷺ)”

Nama terakhir, Abu Sufyan bin harb, yang saat itu sudah memeluk islam, dengan bijak mengatakan, “Demi Allah, aku tidak akan mengatakan apapun. Jika aku berbicara, kerikil-kerikil ini pasti akan memberitahukan apa yang aku bicarakan kepadanya (Rasulullah ﷺ)”

Tiba-tiba Rasulullah ﷺ keluar menemui mereka, kemudian bersabda, “Aku tahu apa yang kalian ucapkan”. Rasulullah ﷺ pun mengulangi dengan sama persis seperti yang diucapkan ketiga orang tersebut. Haris dan Attab pun langsung berkata, “Aku bersaksi bahwa Engkau adalah Rasulullah, Demi Allah tidak ada seorang pun yang mendengarkan apa yang kami ucapkan. Kami juga tidak memberitahukan perkataan kami tersebut kedapa orang lain”

Dan begitulah, suara yang dahulunya mereka benci itu pada akhirnya bebas berkumandang di kota Mekah.

Saat ini, nun jauh di Negeri seberang sana, saat adzan direndahkan, disebut bukan suci, dan bahkan ada yang dilarang.

Disini saya merindukan gema suara itu.

 

Kyoto, 12 April 2018

Hidayat Panuntun